Sumber-sumber Hukum Islam
Al-Qur'an
Sunah
Ijma'
- Disepakati oleh para Mujtahid
- Para Mujtahid harus umat Nabi Muhammad SAW
- Dilakukan setelah wafatnya Nabi
- Kesepakatan harus berhubungan dengan syari'at
AmbangMadun. Sebuah blog yang membahas masalah masalah kehidupan yang sering dialami dari hari kehari, mulai dari kesehatan, teknologi, informasi serta materi-materi dalam ilmu pengetahuan
Banyak yang bertanya-tanya, bagaimana hukum onani dalam agam Islam, apakah onani termasuk pebuatan haram, makruh, mubah. Dan apakah perbuatan itu termasuk dosa, dosa kecilkah atau dosa besar. Dalam artikel kali ini penulis akan merangkum beberapa pendapat para ulama yang tentang bagaimana hukum onani dalam Islam.
Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan hukum onani. Sebagian ulama mengatakan bahwa onani hukumnya haram, sebagian yang lain mengatakan haram dalam suatu keadaan dan wajib dalam keadaan yang lain. sebagian yang lain mengatakan makruh.
Diantara ulama yang mengatakan haram adalah aliran mazhab Maliki, Mazhab Syafi'i dan Pengikut Zaid. Alasannya adalah Allah telah menyuruh manusia untuk menjaga farji dalam segala keadaan, kecuali untuk mendatangi istri atau budak yang menjadi miliknya. Jadi, jika ada laki-laki melampaui yang melampaui batas dari kedua keadaan tersebut dengan cara onani, maka ia termasuk orang yang melampaui batas. Allah SWT, berfirman:
Kata “khalifah“ diambil dari bahasa Arab, yang secara harfiah berarti seseorang yang menggantikan kedudukan orang lain karena hilang atau meninggal dunia. Dalam konteks masyarakat Islam kata khalifah berarti pemimpin umat yang menggantikan posisi Rasulullah Saw sebagai pemimpin politik, militer dan segala urusan umat Islam. Sementara itu, kata “Rasyidin” lebih ditekankan pada empat khalifah pasca Rasulullah Saw. Mulai dari Abu Bakar Ash-Shiddiq sampai Ali Ibn abi Thalib yang dipandang sebagai tokoh Islam yang mengagumkan dan adil. Dalam pembahasan ini dibahas secara terperincih salah satu khalifah, yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Abu bakar ash-shiddiq (nama lengkapnya Abu Bakar Abdullah bin Abi Quhafah bin Utsman bin Amr bin Masud bin Taim bin Murrah bin ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr At-Taimi Al-Qurasyi. Berarti silsilahnya dengan nabi bertemu pada Murrah bin ka’ab). Dilahirkan pada tahun 573 M. dia dilahirkan di lingkungan suku yang sangat berpengaruh dan suku yang banyak melahirkan tokoh-tokoh besar. Ayahnya bernama Utsman (Abu Kuhafah) bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Saad bin Laym bin Mun’ah bin Ka’ab bin Lu’ay,berasal dari suku Quraisy, sedangkan ibunya bernama Ummu Al-Khair Salmah binti Sahr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taym bin Murrah. Garis keturunannya bertemu pada neneknya, yaitu Ka’ab bin Sa’ad.
Abu bakar merupakan orang yang pertama kali masuk Islam ketika Islam mulai didakwakan. Baginya, tidaklah sulit untuk mempercayai ajaran yang dibawa oleh Muhammad SAW. Dikarenakan sejak kecil, ia telah mengenal keagungan Muhammad. Setelah masuk Islam, ia tidak segan untuk menumpahkan segenap jiwa dan harta bendanya untuk Islam. Tercatat dalam sejarah, dia pernah membela Nabi tatkala Nabi disakiti oleh suku Quraisy, menemani Rasul Hijrah, membantu kaum yang lemah dan memerdekakannya, seperti terhadap Bilal, setia dalam setiap peperangan dan lain-lain.
Pengorbanan Abu Bakar terhadap Islam tidak dapat diragukan. Ia juga pernah ditunjuk Rasul sebagai penggantinya untuk mengimami shalat ketika Nabi sakit. Nabi Muhammad SAW pun wafat tak lama setelah kejadian tersebut. Karena tidak ada pesan mengenai siapa penggantinya di kemudian hari, pada saat jenazah Nabi belum dimakamkan di antara umat Islam, ada yang mengusulkan untuk cepat-cepat memikirkan pengganti Nabi. Itulah perselisihan pertama terjadi pasca Nabi wafat. Perselisihan tersebut berlanjut ke perselisihan kedua saqifah Bani Sa’idah, pada kaum Anshar ini menunjukkan bahwa kaum Anshar lebih memiliki rasa kepedulian dalam hal berpolitik dibandingkan kaum Muhajirin.[1]
Aturan-aturan yang jelas tentang pengganti Nabi tidak ditemukan, yang ada hanyalah sebuah mandate yang diterima Abu Bakar menjelang wafatnya Nabi untuk menjadi badal imam shalat. Sesuatu yang masih merupakan tanda Tanya terhadap mandate tersebut.
Baca Juga : Biografi Umar bin Khaththab Khulafaur Rasyddin Kedua
Dalam pertemuan tersebut, sebelum kaum Muhajirin datang, golongan Khajraz telah sepakat mencalonkan Salad bin Ubadah, sebagai pengganti Rasul. Akan tetapi, suku Aus belum menjawab atas pandangan tersebut, sehingga terjadilah perdebatan di antara mereka dan pada akhirnya, Sa’ad bin Ubadah yang tidak menginginkan perpecahan mengatakan bahwa ini merupakan awal dari perpecahan. Melihat situasi yang memanas, kemudian Abu Ubaidah mengajak kaum Anshar agar bersikap tenang dan toleran, kemudian Basyir bin Sa’ad Abi An-Nu’man bin Basyir berpidato dengan mengatakan agar tiddak memperpanjang masalah ini. Dalam keadaan yang sudah tenang ini, Abu Bakar berpidato, “ini Umar dan Abu Ubaidah, siapa yang kamu kehendaki di antara mereka berdua, maka bai’atah”.
Baik Umar maupun Abu Ubaidah merasa keberatan ataas ucapan Abu Bakar dengan mempertimbangkan berbagai alasan, diantaranya adalah ditunjuknya Abu Bakar lebih berhak sebagai pengganti Rasul dalam imam shalat dan ini membuat Abu Bakar lebih berhak menjadi pengganti Rasulullah SAW. Sebelum keduanya membai’at Abu Bakar, Basyir bin Sa’ad mendahuluinya, kemudian diikuti Umar dan Abu Ubaidah secara serentak oleh semua hadirin.
Dari paparan diatas, terlihat bahwa Abu Bakar dipilih secara aklamasi, walaupun tokoh-tokoh lain tidak ikut membai’atnya, misalnya Ali bin Abi Thalib Abbas, Thalhah, dan Zubair yang menolak dengan hormat. Keadaan penolakan tersebut akhirnya baru muncul setelah pada pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Kelompok lain yang tidak menyetujuinya ialah Anshar Salad bin Ubadah meskipun pada akhirnya tenggelam dalam sejarah. Pembahasan tentang khalifah ini pada akhirnya menimbulkan berbagai aliran pemikiran dalam islam. Dengan terpilihnya Abu Bakar serta pembai’atannya, resmilah berdiri kekhalifahan pertama didunia Islam.
Sumber-sumber Hukum Islam Sebagaimana yang kita ketahui bersama, Islam merupakan agama yang tegas dan bijaksana dalam menetapkan suatu...