Ilmu, dalam upaya untuk menemukan kebenaran, mendasarkan dirinya kepada beberapa kriteria kebenaran. Kriteria tersebut atau sering juga disebut sebagai teori adalah kriteria koherensi, korespondensi dan pragmatisme.
1. Koherensi (coherence theory)
Teori ini dikembangkan oleh kaum idealis dan sering disebut juga teori konsistensi atau teori saling berhubungan. Koherensi merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri kepada kriteria tentang konsistensi suatu argumentasi. Sekiranya terdapat konsistensi dalam alur berpikir, maka kesimpulan yang ditariknya adalah benar. Sebaliknya, jika terdapat argumentasi yang tidak bersifat konsisten, maka kesimpulan yang ditariknya adalah salah. Secara keseluruhan, argumentasi yang bersifat konsisten tersebut juga harus bersifat koheren untuk dapat disebut benar. Artinya jalur-jalur pemikiran yang masing-masing bersifat konsisten seluruhnya, maka juga harus terpadu secara utuh (koheren), baik ditinjau dari lingkup argumentasi, maupun dikaitkan dengan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya yang dianggap benar.
Landasan koherensi inilah yang dipakai sebagai dasar kegiatan keilmuan untuk menyusun pengetahuan yang bersifat sistematis dan konsisten. Pantasnya sebuah piramida terbalik, ilmu menyusun tubuh pengetahuannya secara konsisten berdasarkan pengetahuan ilmiah sebelumnya.
Bockhenski berpendaapt bahwa kebenaran itu terletak pada adanya kesesuaian antara suatu benda atau hal dengan pikiran atau idea. Titus dkk berpendapat bahwa “kebenaran itu adalah system pernyataan yang bersifat konsisten secara timbal balik, dan tiap-tiap pernyataan yang bersifat konsisten secara timbal balik, dan tiap-tiap pernyataan memperoleh kebenaran dari system tersebut secara keseluruhan.
Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori koherensi satu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya dianggap benar. Contohnya, pernyataan “diluar hujan turun”, adalah benar apabila pengetahuan tentang hujan adalah (air yang turun dari langit) bersesuaian dengan keadaan cuaca yang mendung, gelap dan temperature dingin dan fakta-fakta yang menunjang.
Kesimpulan teori koherensi:
• Kebenaran adalah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah
lebih dahulu kita ketahui.
• Teori ini dinamakan juga teori justifikasi atau penyaksian tentang kebenaran, karena menurut teori ini
suatu putusan dianggap benar apabila mendapat penyaksian-penyaksian atau jutifikasi oleh putusan-
putusan lainnya yang terdahulu yang sudah diketahui, diterima, diakui kebenarannya.
• Ukuran dari teori ini adalah konsistensi dan persisi.
2. Korespondensi (corespondance theory)
Dimana eksponen utamanya adalah Bertrand Russel (1872-1970). Korespondensi merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri kepada kriteria tentang kesesuaian antara materi yang dikandung oleh suatu pernyataan dengan objek yang dikenai pernyataan tersebut. Artinya, bila kita menyatakan bahwa “gula itu rasanya manis” maka pernyataan itu adalah benar sekiranya dalam kenyataannya gula itu rasanya memang manis. Sebaliknya jika kenyataan tidak sesuai dengan materi pernyataan yang dikandungnya, maka pernyataan itu adalah salah.
Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaras dengan realitas, yang serasi dengan situasi actual. Titus dkk berpendapat “kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta itu sendiri.
Ilmu tidak saja mengandalkan pikiran dalam menyusun pengetahuan yang bersifat rasional, konsisten dan sistematis berdasarkan kriteria koherensi, tetapi sekaligus juga mengandalkan panca indra untuk menguji apakah pernyataan yang dihasilkan oleh proses berpikir tersebut juga sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya berdasarkan kriteria korespondensi.
Dengan demikian pengetahuan ilmiah bukan saja merupakan tubuh pengetahuan yang bersifat rasional, konsisten dan sistematis tetapi juga telah teruji kebenarannya. Sifat-sifat inilah yang membentuk ilmu menjadi pengetahuan yang dapat diandalkan, yang memungkinkan ilmu menempati kedudukan terhormat dalam deretan pengetahuan yang ada sekarang ini.
Kesimpulan teori Korespondensi:
• Menurut teori ini kita mengenal 2 hal yaitu, pernyataan dan kenyataan.
• Kebanaran adalah kesesuaian antara pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan itu sendiri.
3. Pragmatisme (Pragmatic theory)
Teori ini dicetuskan oleh Charles S. Pierce (1839-1914). Teori ini menganggap suatu pernyataan teori atau dalil itu memiliki kebenaran bila memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia.
Kaum pragmatis menggunakan kriteria kebenarannya dengan kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability), dan akibat yang memuaskan (statisfactory consequence). Oleh karena itu, tidak ada kebenaran yang mutlak atau tetap, kebenarannya tergantung pada kerja, manfaat dan akibatnya.
Pragmatisme adalah hal yang mengagumkan bahwa ilmu dan teknologi memegang peran penting dalam membentuk peradaban manusia dewasa ini. Boleh dikatakan bahwa tidak ada pilihan lain bagi setiap bangsa yang ingin membangun kehidupannya, selain menguasai ilmu dan teknologi tersebut. Namun demikian, kebenaran ilmiah tidaklah bersifat mutlak, melainkan bersifat pragmatis. Suatu kebenaran ilmu dalam kurun waktu tertentu, mungkin saja akan dipandang salah dalam kurun waktu yang lain. Bagi kegiatan keilmuan, hal ini bukan merupakan masalah, karena dalam menilai kegunaan pengetahuan yang disusunnya, ilmu mendasarkan diri kepada kriteria pragmatisme.
Pragmatisme merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri kepada kriteria tentang berfungsi atau tidaknya suatu pernyataan dalam lingkup ruang dan waktu tertentu. Jadi, bila suatu teori keilmuan secara fungsional mampu menjelaskan, meramalkan dan mengontrol gejala alam tertentu, maka secara pragmatis teori itu adalah benar. Sekiranya dalam waktu yang berlainan muncul teori lain yang (lebih) fungsional, maka kebenaran kita alihkan kepada teori baru tersebut. Secara pragmatis, dunia keilmuan memberikan preferensi kepada teori yang bersifat umum (universal) dibandingkan denga teori-teori sebelumnya.
Kesimpulan Teori Pragmatis:
Kebenaran suatu pernyataan dapat diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat pragmatis atau fungsionalis dalam kehidupan.
Bagaimanapun, ilmu sekedar alat yang berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol gejala alam. Bila suatu pengetahuan ilmiah bersifat fungsional dalam kurun waktu tertentu, yang mencerminkan situasi peradaban manusia waktu itu, maka secara relative pengetahuan itu adalah benar.
Referensi :
Syafaruddin, Filsafat Ilmu, (Bandung: Cita Pustaka Media Perintis, 2008),
No comments:
Post a Comment