Sunday, September 6, 2020

Sumber-sumber Hukum Islam

 Sumber-sumber Hukum Islam


    Sebagaimana yang kita ketahui bersama, Islam merupakan agama yang tegas dan bijaksana dalam menetapkan suatu hukum. Hukuman itu juga tidak sembarang dibuat, melainkan melalui sumber-sumber yang telah ditetapkan. 

    Rachmat Syafe'i menyebutkan dalam bukunya yang berjudul "Ilmu Ushul Fiqih" bahwa sumber hukum islam terbagi menjadi 4, yaitu Al-Qur'an, Sunah, Ijma', dan Qiyas. Lebih detailnya, dibawah ini penulis akan menjelaskan satu per satu dari sumber hukum Islam tersebut. 




Al-Qur'an


    Sebagian para ulama mendefinisikan Al-Qur'an sebagai kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dalam bahasa Arab yang dinukilkan kepada generasi sesudahnya secara mutawatir. Tata urutan surat pada Al-Qur'an sendiri disususn sesuai dengan petunjuk yang langsung Allah berikan melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. 

    Para ulama dan kaum Muslimin sepakat bahwa Al-Qur'an merupakan sumber hukum Islam yang paling pokok, merekapun sepakat bahwa semua ayat Al-Qur'an dari segi wurud (kedatangan) dan tsubut (penetapannya) adalah qath'i. Hal ini karena semua ayatnya sampai kepada kita dengan jalan mutawatir.

    Imam Syaf'i berpendapat bahwa, Tidak ada yang diturunkan kepada penganut agama manapun, kecuali petunjuknya terdapat dalam Al-Qur'an" (Asy-Syafi'i, 1309:20). Oleh karena itu Imam Asy-Syafi'i senantiasa mencantumkan nash-nash Al-Qur'an setiap kali mengeluarkan pendapatnya.



Sunah


    Sunah jika diartikan dari segi bahasa berarti jalan yang bisa dilalui atau suatu cara yang senantiasa dilakukan, tanpa mempermasalahkan, apakah cara tersebut baik atau buruk. Para ahli hadis juga mendefinisikan  bahwa sunah merupakan segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik dari perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya.

    Rasulullah SAW pernah bersabda, yang artinya, "Barang siapa yang membiasakan sesuatu yang baik didalam Islam, maka ia menerima pahalanya dan pahala orang-orang sesudahnya yang mengamalkannya". (H.R. Muslim, Al-Khatib: 17).

Ijma'


   Ijma' menurut bahasa terbagi dalam dua arti, yang pertama bermaksud atau berniat, dan yang kedua kesepakatan terhadap sesuatu. Sedangkan menurut istilah, para ulama berbeda pendapat dalam mengartikan ijma'.

  Yang pertama, datang dari pengarang kitab Fushulul Bada'i, ia berpendapat bahwa Ijma' itu adalah kesepakatan semua Mujtahid dari ijma' umat Muhammad SAW dalam suatu masa setelah beliau wafat terhadap hukum syara'. Yang kedua, datang dari Al-Kamal bin Hamam pengarang kitab Tahrir, yang berpendapat bahwa ijma' adalah kesepakatan para mujtahid pada suatu masa ijma'  Nabi Muhammad SAW terhadap masalah syara'.

    Ijma' sendiri bisa terjadi bila sudah memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditetapkan, kriteria tersebut antaralain :
  • Disepakati oleh para Mujtahid
  • Para Mujtahid harus umat Nabi Muhammad SAW
  • Dilakukan setelah wafatnya Nabi
  • Kesepakatan harus berhubungan dengan syari'at


Qiyas


    Menurut bahasa, Qiyas berarti pengukuran sesuatu dengan yang lainnya atau penyamaan sesuatu dengan yang sejenisnya.  Dalam hal ini, para ulama terbagi menjadi dua golongan dalam mendefinisikan qiyas. Golongan yang pertama berpendapat bahwa qiyas merupakan ciptaan manusia, yakni pandangan Mujtahid. sedangkan golongan kedua berpendapat bahwa qiyas merupakaan ciptaan syari', yakni merupakan dalil hukum yang berdiri sendiri atau merupakan hujjat ilahiyah yang dibuat Syari' sebagai alat untuk mengetahui suatu hukum.

    Namun secara umum, qiyas dapat diartikan sebagai suatu proses penyingkapan kesamaan huku suatu kasus yang tidak disebutkan dalam suatu nash, dengan suatu hukum yang disebutkan dalam nash karena adanya kesamaan dalam illat-nya.

Pada dasarnya, qiyas digunakan jika sudah memenuhi unsur pokok (rukun) dari qiyas itu sendiri. Rachmat Syafe'i dalam bukunya yang berjudul Ilmu Ushul Fiqh menyebutkan ada empat rukun qiyas, keempat rukun tersebut antara lain.

    Pertama Ashl (Pokok), yaitu suatu peristiwa yang sudah ada nash-nya yang dijadikan tempat meng-qiyas-kan. Kedua Far'u (Cabang), yaitu peristiwa yang tidak ada nash-nya. far'u inilah yang dikehendaki untuk disamakan hukumnya dengan ashl. Ketiga Hukum Ashl, yaitu hukum syara', yang ditetapkan oleh suatu nash, Keempat illat, yaitu sifat yang terdapat pada ashl.

No comments:

Post a Comment

Sumber-sumber Hukum Islam

 Sumber-sumber Hukum Islam      Sebagaimana yang kita ketahui bersama, Islam merupakan agama yang tegas dan bijaksana dalam menetapkan suatu...