Sunday, September 6, 2020

Sumber-sumber Hukum Islam

 Sumber-sumber Hukum Islam


    Sebagaimana yang kita ketahui bersama, Islam merupakan agama yang tegas dan bijaksana dalam menetapkan suatu hukum. Hukuman itu juga tidak sembarang dibuat, melainkan melalui sumber-sumber yang telah ditetapkan. 

    Rachmat Syafe'i menyebutkan dalam bukunya yang berjudul "Ilmu Ushul Fiqih" bahwa sumber hukum islam terbagi menjadi 4, yaitu Al-Qur'an, Sunah, Ijma', dan Qiyas. Lebih detailnya, dibawah ini penulis akan menjelaskan satu per satu dari sumber hukum Islam tersebut. 




Al-Qur'an


    Sebagian para ulama mendefinisikan Al-Qur'an sebagai kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dalam bahasa Arab yang dinukilkan kepada generasi sesudahnya secara mutawatir. Tata urutan surat pada Al-Qur'an sendiri disususn sesuai dengan petunjuk yang langsung Allah berikan melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. 

    Para ulama dan kaum Muslimin sepakat bahwa Al-Qur'an merupakan sumber hukum Islam yang paling pokok, merekapun sepakat bahwa semua ayat Al-Qur'an dari segi wurud (kedatangan) dan tsubut (penetapannya) adalah qath'i. Hal ini karena semua ayatnya sampai kepada kita dengan jalan mutawatir.

    Imam Syaf'i berpendapat bahwa, Tidak ada yang diturunkan kepada penganut agama manapun, kecuali petunjuknya terdapat dalam Al-Qur'an" (Asy-Syafi'i, 1309:20). Oleh karena itu Imam Asy-Syafi'i senantiasa mencantumkan nash-nash Al-Qur'an setiap kali mengeluarkan pendapatnya.



Sunah


    Sunah jika diartikan dari segi bahasa berarti jalan yang bisa dilalui atau suatu cara yang senantiasa dilakukan, tanpa mempermasalahkan, apakah cara tersebut baik atau buruk. Para ahli hadis juga mendefinisikan  bahwa sunah merupakan segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik dari perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya.

    Rasulullah SAW pernah bersabda, yang artinya, "Barang siapa yang membiasakan sesuatu yang baik didalam Islam, maka ia menerima pahalanya dan pahala orang-orang sesudahnya yang mengamalkannya". (H.R. Muslim, Al-Khatib: 17).

Ijma'


   Ijma' menurut bahasa terbagi dalam dua arti, yang pertama bermaksud atau berniat, dan yang kedua kesepakatan terhadap sesuatu. Sedangkan menurut istilah, para ulama berbeda pendapat dalam mengartikan ijma'.

  Yang pertama, datang dari pengarang kitab Fushulul Bada'i, ia berpendapat bahwa Ijma' itu adalah kesepakatan semua Mujtahid dari ijma' umat Muhammad SAW dalam suatu masa setelah beliau wafat terhadap hukum syara'. Yang kedua, datang dari Al-Kamal bin Hamam pengarang kitab Tahrir, yang berpendapat bahwa ijma' adalah kesepakatan para mujtahid pada suatu masa ijma'  Nabi Muhammad SAW terhadap masalah syara'.

    Ijma' sendiri bisa terjadi bila sudah memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditetapkan, kriteria tersebut antaralain :
  • Disepakati oleh para Mujtahid
  • Para Mujtahid harus umat Nabi Muhammad SAW
  • Dilakukan setelah wafatnya Nabi
  • Kesepakatan harus berhubungan dengan syari'at


Qiyas


    Menurut bahasa, Qiyas berarti pengukuran sesuatu dengan yang lainnya atau penyamaan sesuatu dengan yang sejenisnya.  Dalam hal ini, para ulama terbagi menjadi dua golongan dalam mendefinisikan qiyas. Golongan yang pertama berpendapat bahwa qiyas merupakan ciptaan manusia, yakni pandangan Mujtahid. sedangkan golongan kedua berpendapat bahwa qiyas merupakaan ciptaan syari', yakni merupakan dalil hukum yang berdiri sendiri atau merupakan hujjat ilahiyah yang dibuat Syari' sebagai alat untuk mengetahui suatu hukum.

    Namun secara umum, qiyas dapat diartikan sebagai suatu proses penyingkapan kesamaan huku suatu kasus yang tidak disebutkan dalam suatu nash, dengan suatu hukum yang disebutkan dalam nash karena adanya kesamaan dalam illat-nya.

Pada dasarnya, qiyas digunakan jika sudah memenuhi unsur pokok (rukun) dari qiyas itu sendiri. Rachmat Syafe'i dalam bukunya yang berjudul Ilmu Ushul Fiqh menyebutkan ada empat rukun qiyas, keempat rukun tersebut antara lain.

    Pertama Ashl (Pokok), yaitu suatu peristiwa yang sudah ada nash-nya yang dijadikan tempat meng-qiyas-kan. Kedua Far'u (Cabang), yaitu peristiwa yang tidak ada nash-nya. far'u inilah yang dikehendaki untuk disamakan hukumnya dengan ashl. Ketiga Hukum Ashl, yaitu hukum syara', yang ditetapkan oleh suatu nash, Keempat illat, yaitu sifat yang terdapat pada ashl.

Friday, September 4, 2020

Penjelasan dan Ciri-ciri Mendasar Tentang Makkiyah dan Madaniyyah

Penjelasan dan Ciri-ciri Mendasar Tentang Makkiyah dan Madaniyyah






    Umat Islam pastinya sudah tidak asing lagi mendengar kata Makkiyah dan Mafaniyyah. Makkiyah dan Madaniyyah merupakan tempat dimana ayat-ayat Al-Qur'an diturunkan. Dalam artikel ini, penulis akan merincikan bagaimana Penjelasan dan Ciri-ciri Mendasar Tentang Makkiyah dan Madaniyyah.





Pendapat Para Ahli Tentang Makkiyah dan Madaniyyah


    Para ilmuan sarjana muslim mengungkapkan bahwa ada berbagai perspektif dalam mendefinisikan terminologi Makkiyah dan Madaniyyah, diantaranya adalah yang Pertama, dari perspektif masa turunnya, disebutkan bahwa Makiyyah adalah ayat-ayat yang turun sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, dan Madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun sesudah Rasulullah hijrah ke Madinah kendatipun bukan Madinah. Ayat-ayat yang turun setelah peristiwa hijrah disebut Madaniyyah walaupun turun di Mekah atau Arafah.

    Kedua, dari perspektif tempat turunnya disebutkan bahwa Makkiyah adalah ayat-ayat yang turun di Mekah dan sekitarnya seperti Mina, Arafah, dan Hudibiyyah. Sedangkan Madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun di Madinah dan sekitarnya, seperti Uhud, Quba', dan Sul'a.




    Ketiga, dilihat dari objek pembicaraannya bahwa Makkiyah adalah ayat-ayat yang menjadi kitab bagi orang-orang Mekah, sedangkan Madaniyyah adalah ayat-ayat yang menjadi khitab bagi orang-orang Madinah.

    Definisi diatas dirumuskan oleh para sarjana muslim berdasarkan asumsi bahwa kebanyakan ayat Al-Qur'an yang dimulai dengan ungkapan "ya ayyuha ala-naas" menajdi kriteria dari Makkiyah dan ungkapan "ya ayyuha Al-ladziina" menjadi kriteria dari Madaniyyah.

Cara Mengetahui Makkiyah dan Madaniyyah


    Para sarjana muslim juga telah melakukan dua pendekatan Untuk menetapkan serta mengetahui yang mana ayat-ayat Al-Qur'an yang termasuk dalam kategori Makkiyah dan Madaniyyah, kedua pendekatan tersebut antara lain :

  • Peratama, melalui pendekatan periwayatan, dengan melalui pendekatan ini para sarjana muslim merujuk kepada riwayat-riwayat yang berasal dari para sahabat, yaitu orang-orang yang besar kemungkinannya menyaksikan turunnya wahyu. Ataupun bisa melalui generasi tabiin yang saling berjumpa dan mendengar langsung dari para sahabat.
  • Kedua, melalui pendekatan Analogis (Qiyas), dalam melakukan pengkategorian Makkiyah dan Madaniyyah, para sarjana muslim penganut pendekatan analogi bertolak kepada ciri spesifik dari kedua klasifikasi itu, bila dalam surat Makkiyah terdapat sebuah ayat yang memiliki ciri-ciri khusus Madaniyyah maka itu termasuk surah Madaniyyah.

Ciri Spesifik dari Makkiyah dan Madaniyyah


    Dalam menentukan ciri-ciri yang lebih spesifik tentang Makkiyah dan Madaniyyah, para ahli sarjana muslim telah merumuskannya sebagai berikut :

  • Makkiyah

  1. Ayat-ayat dimulai dengan kata "kalla"
  2. Ayat-ayatnya mengandung tema kisah para nabi dan umat-umat terdahulu
  3. Dimulai dengan bacaan "ya ayyuha an-nas"
  4. tidak ada ayat yang dimulai dengan bacaan "ya ayyuha Al-ladzina"
  5. Ayatnya dimulai dengan huruf terpotong seperti "alif lam mim" dan sebagainya, kecuali surah Al-Baqarah [2] dan Ali-Imran [3].


  • Madaniyyah
  1. Mengandung ketentuan-ketentuan faraid dan had
  2. Mengandung sindiran tehadap kaum munafik, kecuali surah Al-Ankabut
  3. Mengandung uraian tentang perdebatan dengan ahli kitabin.

    Ciri umum lainnya juga disebutkan bahwa Makkiyah banyak menjelaskan tentang ibadah kepada Allah, penetapan risalah kenabian, penetapan hari kebangkitan dan pembalasan, uraian tentang hari kiamat, siksaan nekara dan kenikmatan surga. Selain itu Makkiyah juga mempunyai ciri yaitu ayat dan surahnya yang pendek-pendek.

    Sedangkan ciri umum lainnya pada Madaniyyah adalah banyak  emnjelaskan tentang permasalahan ibadah, muamalah, rumah tangga, warisan, keutamaan ijtihad, kehidupan sosial, serta persoalan tentang pembentukan hukum syara'. Selain itu, Madaniyyah juga mempunyai ciri yaitu ayatnya yang panjang-panjang.




REFERENSI :

Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur'an, Cet I, (Bandung : Pustaka Setia, 2007).

Manna' Al-Qaththan, Mabahits fi 'ulum Al-Quran, Mansyurat Al-'Ashr Al-Hadis, ttp., 1973.

Subhi Ash-Shalih, Mabahits fi 'Ulum Al-Qur'an, Dar Al-Qalam li Al-Malayyin, Bairut, 1988.

Wednesday, September 2, 2020

Sejarah Singkat Penulisan dan Penghimpunan Al-Qur'an

Sejarah Singkat Penulisan dan Penghimpunan Al-Qur'an 


    Al-Qur'an merupakan kitab suci bagi umat Islam yang diwahyukan Allah melalui malaikat Jibril dan disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Al-Qur'an merupakan pedoman bagi seluruh umat Islam di muka bumi ini, karena didalamnya berisikan segala bentuk perintah maupun larangan yang difirmankan Allah SWT.

    Sebagai umat Islam, sudah semestinya kita wajib menjaga keutuhan ayat-ayat suci Al-Qur'an dengan cara membaca dan mengamalkan isi-isi yang ada didalam kandungan ayat Al-Qur'an tersebut, hal ini kita lakukan demi menunjukkan rasa cinta dan patuh kita kepada Allah SWT, serta menghargai jasa para pendahulu kita seperti para sahabat Rasulullah yang senantiasa menghimpun Al-Qur'an tanpa kenal lelah.

    Mengenai penghimpunan Al-Qur'an, didalam artikel ini penulis akan merangkum Sejarah Singkat Penulisan dan Penghimpunan Al-Qur'an pada zaman Rasulullah dan para sahabatnya dahulu.





Al-Qur'an di Turunkan Secara Berangsur-angsur


    Pada zaman Rasulullah SAW, Al-Qur'an dirturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril tidak sekaligus, melainkan sesuai dengan kebutuhan. Seperti saat para sahabat melontarkan pertanyaan kepada Nabi Muhammad SAW, pada saat inilah wahyu sering turun untuk membantu Rasulullah SAW menjawab pertanyaan dari para sahabat.

Turunnya ayat Al-Qur'an secara benrangsur-angsur ini juga memiliki hikmah tersendiri, antara lain :

  • Pertama, Membantu Rasulullah SAW untuk memantapkan hati saat sedang berdakwah, karena dulu Rasulullah SAW sering berhadapan dengan para penentang yang melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang sulit dengan tujuan melemahlkan Nabi Muhammad SAW. Tetapi lewat wahyu yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, pertanyaan itu seolah berbalik menentang mereka, hal itu sekaligus merupakan salah satu mukjizat yang ada pada Al-Qur'an.
  • Kedua, Memudahkan untuk dihapal dan dipahami ditengah-tengah masyarakat yang pada saat itu sulit untuk memahami bacaan maupun tulisan karena kurangnya ilmu pengetahuan. Dengan turunnya wahyu secara berangsur-angsur ini masyarakat tersebut dapat lebih mudah untuk memahami sekaligus mengapalnya.

Penghimpunan Al-Qur'an Pada Masa Nabi Muhammad SAW


    Nabi Muhammad SAW sangat merindukan kedatangan wahyu kepadanya, sampai-sampai ketika wahyu itu datang Nabi Muhammad SAW langsung menghafal dan memahaminya. Tindakan itupun sekaligus menjadi suri teladan dan diikuti oleh para sahabatnya.

    Selain mengekspresikan kerinduannya terhadap wahyu yang diturunkan Allah dengan cara menghafal, Nabi Muhammad SAW juga mengkspresikannya dalam bentuk tulisan. Proses penulisan itu sendiri dibantu juga oleh para sahabat Rasulullah SAW, diantaranya Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar Ibn Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abban bin Sa'id, Khalid bin Sa'id, Khalid bin al-Walid, dan Mu'awiyah bin Abi Sufyan.


    Kegiatan menulis Al-Qur'an itu tidak hanya dilakukan oleh ketujuh sahabat itu saja, para sahabat lainpun ikut membantu menulisnya. Pada saat itu, mereka menulis dengan menggunkan alat tulis yang sederhana berupa lontaran kayu, pelepah kurma, tulang belulang, dan batu.

    Menulis merupakan caara yang paling sempurna untuk mempresentsaikan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, karena jika hanya mengandalkan hapalan para sahabat saja tidak cukup, terkadang mereka lupa atau sebagian dari mereka sudah wafat. Oleh karena itu, adapun tujuan dari tulisan ini untuk menjaga agar tetap terpelihara keasrian ayat-ayat suci Al-Qur'an tersebut.

Penghimpunan Al-Qur'an Pada Masa Khalifah Abu Bakar


Abu Bakar adalah orang yang pertama kali menghimpun Al-Qur'an dalam satu mushaf. Pengumpulan tulisan Al-Qur'an itu dilakukannya pada tahun 12 H, tepat setelah berakhirnya perang Yamamah. Bukan tanpa alasan, Abu Bakar menghimpun Al-Qur'an karena pada saat itu, kelestarian Al-Qur'an sedang terancam akibat meninggalnya 700 orang sahabat penghafal Al-Qur'an pada saat perang Yamamah tersebut.

Dalam hal ini, Umar Ibn khaththab juga mempunyai peran penting, karena dialah yang mengusulkan kepada Abu Bakar untuk segera menghimpun Al-Qur'an dari berbagai sumber, baik dari hafalan maupun tulisan. Abu Bakar pun langsung memerintahkan  Zaid bin Tsabit untuk membantu menghimpun Al-Qur'an. Zaid bin Tsabit sendiri adalah salah seorang sekretaris Nabi Muhammad SAW.


Dalam melaksanaka tugasnya, Zaid menetapkan kriteria yang ketat untuk setiap ayat yang dikumpulkannya. Zaid tidak menerima ayat yang hanya berdasarkan hafalan tanpa didukung tulisan. Sikap kehati-hatian Zaid dalam menghimpun Al-Qur'an juga atas dasar pesan dari Abu Bakar untuk Zaid dan Umar.

Proses penghimpunan yang ditugaskan kepada Zaid itupun dapat diselesaikannya dalam waktu kurang lebih satu tahun, yaitu pada tahun 13 H, pekerjaan itu juga dilakukan dibawah pengawasan Abu Bakar, Umar Ibn Khaththab, dan para tokoh sahabat yang lain. Setelah sempurna, kemudian lewat musyawarah, tulisan Al-Qur'an yang sudah terkumpul itu dinamakan menjadi "Mushaf".

Setelah Abu Bakar wafat, Al-Qur'an yang sudah dihimpun  itupun disimpan Khalifah Umar, dan ketika Umar wafat, mushaf itu dipercayakan Umar kepada Hafsah untuk menyimpannya. Hafsah sendiri merupakan istri dari Nabi Muhammad SAW.

 

 

Tuesday, September 1, 2020

Cara Efektif Meredakan Stres Yang Berlebihan Secara Islami

Cara Efektif Meredakan Stres Yang Berlebihan Secara Islami


    Stres merupakan respon normal yang terjadi dalam diri manusia akibat dari berbagai situasi yang dialami dalam dinamika kehidupan. Stres yang terjadi pada manusia menimbulkan banyak dampak negatif, diantaranya munculnya emosi, kecemasan, dan depresi.

    Selain itu, Stres yang berlebihan juga dapat memengaruhi kesehatan fisik dan mental. Stres juga dapat membuat jantung berdetak lebih cepat dan meningkatkan tekanan darah, jelas kondisi ini sangatlah tidak bagus karena bisa berakibat memicu penyempitan pembuluh darah dan meningkatkan kadar kolestrol.

    Setiap individu pasti mempunyai caranya sendiri untuk meredakan ataupun menghilangkan setres, berikut penulis akan merangkum cara efektif meredakan stres yang berlebihan :


Cara Efektif Meredakan Stres Yang Berlebihan




Perbanyak Berdzikir dan Mengingat Allah


    Dzikir tidak hanya dilakukan sebelum dan sesudah mengerjakan shalat saja, karena pada dasarnya dzikir merupakan aktivitas hati dalam mengingat Allah SWT secara terus menerus tanpa mengenal tempat dan waktu.

    Seseorang yang menjadikan seluruh aktivitas kehidupannya sebagai wujud dari dzikirnya tersebut, maka Allah SWT memberikan jaminan bahwa orang tersebut tidak akan mudah stres dalam hidupnya. Sebagai mana Allah berfirman dalam Q.S Al-Baqarah ayat 152, yang bunyinya :

فَٱذْكُرُونِىٓ أَذْكُرْكُمْ وَٱشْكُرُوا۟ لِى وَلَا تَكْفُرُونِ


Artinya : 
"Karena itu, Ingatlah kamu kepadaku, niscaya aku ingat pula kepadamu, dan bersyujurlah kamu kepadaku, dan janganlah kamu mengingkari nikmatmu".

    Dengan demikian, dzikir bisa dijadikan terapi ampuh dalam mengatasi stres. Karena dzikir juga merupakan upaya kita untuk selalu mengingat Allah SWT. Dengan berdzikir, jiwa akan dikuatkan dan dibersihkan dari segala pikiran-pikiran negatif yang ada pada diri kita.

Pebanyaklah Membaca Al-Qur'an


Al-Qur'an merupakan petunjuk hidup bagi manusia. Membaca Al-Qur'an, tidak hanya mendapatkan petunjuk mengenai kebenaran di dalam kehidupan, tetapi membaca Al-Qur'an juga dapat meningkatkan ketenanggan dalam diri manusia.

Dalam beberapa firman-Nya, Allah SWT telah menunjukkan bahwa Al-Qur'an merupakan obat penawar bagi manusia, sebagaiamana dalam Q.S Al-Isra' ayat 82, yang bunyinya : 

وَنُنَزِّلُ مِنَ ٱلْقُرْءَانِ مَا هُوَ شِفَآءٌ وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ ٱلظَّٰلِمِينَ إِلَّا خَسَارًا


Artinya : 
"Dan, kami turunkan dari Al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zhalim, selain kerugian".


    Melalui ayat diatas, tak heran jika para ulama meyakini bahwa Al-Qur'an merupakan obat penawar bagi penyakit mental maupun fisik seseorang, karena dengan membaca Al-Qur'an seseorang akan dapat merasakan ketenangan dalam jiwanya.

    Tapi kita juga harus ingat, membaca Al-Qur'an tidak hanya saat kita memiliki masalah saja, melainkan kita juga harus membiasakan diri membacanya. Insyaallah, jika sudah terbiasa membaca Al-Qur'an, pikiran akan selalu tenang dan lebih tabah dalam menerima cobaan.

Selalu Khusnudzan (Positif Thinking)


    Khusnudzan adalah sikap dalam memandang sesuatu dengan kaca mata positif. Orang yang bersikap khusnudzan akan senantiasa dijauhkan dari kekecewaan yang dapat mengakibatkan stress. Karena pada dasarnya jika seseorang mampu bersikap khusnudzan maka dia senantiasa akan mempunyai mental yang kuat dan selalu percaya diri dalam menjalani kehidupannya.

    Islam menganjurkan kepada umatnya agar selalu menanamkan sifat khusnudzan (berbaik sangka), sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S Al-Hujarat ayat 12, yang bunyinya :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ


Artinya :
"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? maka, tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan, bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah maha penerima taubat lagi maha penyayang". 

    Tak hanya khusnudzan kepada sesama manusia, kita juga harus ber-khusnudzan kepada Allah SWT dan diri kita sendiri, jika ketiga khusnudzan itu sudah teraplikasikan kedalam kehidupan kita, maka jaminan untuk mencapai kebahagiaan dan dijauhi rasa stres pun akan segera kita dapatkan.

Tingkatkanlah Ibadah Shalat


    Shalat memiliki peran penting terhadap umat Islam. Baik buruknya amal perbuatan seorang muslim tergantung pada shalat yang ia kerjakan. Shalat juga merupakan bentuk komunikasi kita dengan Allah SWT. Kita dapat memperoleh kenikmatan melalui shalat, jika kita melakukannya dengan niat dan bersungguh-sungguh (khusyuk).


    Manusia sebagai Makhluk ciptaan Allah, sudah sewajarnya mengerjakan apa yang diperintahkan Allah SWT untuk mendapatkan kebajikan dalam kehidupannya, sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S Al-'Ankabut ayat 45, yang bunyinya :

ٱتْلُ مَآ أُوحِىَ إِلَيْكَ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ ۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ ٱللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ


Artinya :
"Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu (Al-Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya, shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan, sesungguhnya, mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan".

    Intinya, jika shalat yang kita lakukan sudah sesuai dengan syarat-syarat yang disyariatkan Islam dan dengan niat yang khusyuk dalam menunaikannya, maka kenikmatanpun akan datang dengan sendirinya kepada kita dan strespun perlahan-lahan mulai hilang.


Sumber-sumber Hukum Islam

 Sumber-sumber Hukum Islam      Sebagaimana yang kita ketahui bersama, Islam merupakan agama yang tegas dan bijaksana dalam menetapkan suatu...